PERGANTIAN
KURIKULUM PENDIDIKAN YANG DI LAKUKAN PEMERINTAH INDONESIA
Abstrak
Sejarah
setiap bangsa tidak dapat dilepaskan dari pendidikannya, begitu pula bangsa
Indonesia. Seiring
dengan pekembangan zaman, di Indonesia mencatat sederet pergantian kurikulum
pendidikan yang di lakukan oleh pemerintah Indonesia yang tujuannya tidak lain
untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dan yang semestinya mengantarkan
bangsa dan rakyat Indonesia untuk eksis
di dunia global. Dalam Artikel ini akan dijelaskan mengenai sejarah
perkembangan kurikulum di Indonesia dengan membagi dua sub tema, sub tema
pertama mengenai perkembangan kurikulum pada periode sebelum 1945, dan sub tema
kedua memaparkan mengenai perkembangan kurikulum pada periode sesudah tahun
1945. pada sub
tema pertama akan diuraikan mengenai kurikulum VOC, kurikulum Reorganisasi,
kurikulum Sekolah dua, kurikulum ELS, kurikulum HCS dan kurikulum yang lain,
sedangkan pada sub tema kedua akan diuraikan
mengenai kurikulum Rentjana Pelajaran 1947, kurikulum Rencana Pelajaran terurai
1952, kurikulum 1968, kurikulum 1972, dan kurikulum yang lainnya hingga
kurikulum KTSP 2006. Dari sejumlah kurikulum yang telah dijalani, masing-masing
mempunyai kekurangan dan kelebihan beserta ciri-ciri yang menonjolkan kurikulum
itu sendiri.
Kata Kunci :
kurikulum, kurikulum periode sebelum 1945, kurikulum periode setelah 1945.
I.
Pendahuluan
Latar Belakang Masalah
Seiring
dengan pekembangan zaman di Indonesia mencatat sederet pergantian kurikulum
pendidikan yang di lakukan oleh pemerintah Indonesia yang tujuannya tidak lain
hanya untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dan yang semestinya mengantarkan
bangsa dan rakyat Indonesia untuk eksis
di dunia global ternyata malah terbalik dengan kenyataan yang ada, bangsa ini
justru semakin terpuruk dan tertinggal dengan bangsa lain.
Berdasarkan
data dalam Education For All (EFA) Global Monitoring Report 2011: The Hidden Crisis, Armed Conflict and Education yang dikeluarkan
Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan
Bangsa-Bangsa (UNESCO) yang diluncurkan di New York, Senin (1/3/2011), indeks
pembangunan pendidikan atau education development index (EDI)
berdasarkan data tahun 2008 adalah 0,934. Nilai itu menempatkan Indonesia di
posisi ke-69 dari 127 negara di dunia. EDI dikatakan tinggi jika mencapai
0,95-1. Kategori medium berada di atas 0,80, sedangkan kategori rendah di bawah
0,80.
Dari
data di atas menunjukan bahwa kualitas pendidikan di Indonesia masih rendah
yang harus di perbaiki lagi, oleh karena itu dengan membuka lembaran sejarah
kurikulum di Indonesia diharapkan
pemerintah dan segenap komponen bangsa yang terkait langsung menangani
pendidikan di Indonesia untuk mencari
formulasi yang mendekati ideal dalam mengembangkan kurikulum yang bernuansa
global, kuat dalam visi dan tidak menghilangkan nuansa kepribadian bangsa
Indonesia.
II.
Pembahasan
A. Perkembangan
Kurikulum di Indonesia Periode Sebelum Tahun 1945
1. Kurikulum pada Masa VOC
Kurikulum
sekolah-sekolah selama VOC bertalian erat dengan gereja. Menurut Hereen
XVII, badan tertinggi VOC di negeri Belanda yang terdiri atas 17 orang
anggota, tahun 1617, gubernur di Indonesia harus menyebarluaskan agama Kristen dan
mendirikan sekolah untuk tujuan itu. Menurut peraturan sekolah 1643 tugas guru
adalah memupuk rasa takut kepada Tuhan, mengajarkan dasar agama
Kristen,mengajak anak berdoa, bernyanyi, pergi ke gereja, mematuhi orang tua,
penguasa, dan guru-guru.
Walaupun
tidak ada kurikulum yang ditentukan biasanya sekolah menyajikan pelajaran
tentang ketekismus, agama, juga membaca, menulis dan menyanyi.Demikian pula
tidak ditentukan lama belajar. Peraturan hanya menentukan bahwa anak pria lebih
dari usia 16 tahun dan anak wanita lebih dari 12 tahun hendaknya jangan
dikeluarkan dari sekolah. Pembagian dalam 3 kelas untuk pertama kali dimulai
pada tahun 1778. Di kelas 3, kelas terendah, anak-anak belajar abjad, di kelas
2 membaca, menulis, dan bernyanyi dan di kelas 1, kelas tertinggi: membaca,
menulis, bernyanyi dan berhitung.
2. Kurikulum
Sebelum 1892 (Sebelum Reorganisasi)
Sebelum
1892, Sekolah rendah tidak mempunyai kurikulum yang seragam, walaupun dalam
peraturan 1871 ada petunjuk yang menentukan kegiatan sekolah. Ada 4 mata
pelajaran yang diharuskan, yakni membaca, menulis, bahasa (bahasa daerah dan
bahasa Melayu), dan berhitung. Bahasa pengantar yang digunakan adalah bahasa Melayu.
Adapun mengenai pelajaran Agama, tidak di ajarkan. Seperti halnya di belanda
pada masa liberal. Statuta 1874 menyatakan pengajaran agama dilarang di sekolah
pemerintah, akan tetapi ruang kelas dapat digunakan untuk itu di luar jam
pelajaran.
3. Kurikulum
Setelah 1892 ( Setelah Reorganisasi)
Kurikulum
sekolah ini, seperti ditentukan dalam peraturan 1893 terdiri atas, pelajaran
membaca dan menulis dalam bahasa daerah dalam huruf daerah dan latin, membaca
dan menulis dalam bahasa Melayu, berhitung, ilmu bumi Indonesia, ilmu alam, sejarah pulau tempat
tinggal, menggambar dan mengukur tanah. Lama pelajaran diperpanjang dari 3
menjadi 5 kelas. Sekolah dibagi dalam 5 kelas yang terpisah sehingga sekolah
beruangan satu lambat laun lenyap. Sekolah Kelas Satu tidak menjadi popular di
kalangan Priayi, karena tidak memberikan pelajaran bahasa Belanda. Akhirnya,
pada tahun 1907 bahasa Belanda dimasukkan ke dalam program Sekolah kelas
Satu dan lama studi diperpanjang menjadi 6 tahun.
Akan
tetapi, perubahan itu tetap tidak menjadikan Sekolah Kelas Satu popular, ia
tetap menjadi terminal tanpa kesempatan melanjutkan pelajaran. Kelemahannya
jelas Nampak bila dibandingkan dengan ELS (Europese Lagere School) dan HCS
(Holland Chinese School). Dirasakan adanya diskriminasi terhadap anak Indonesia karena anak-anak cina di HCS diberi
pelajaran dalam bahasa Belanda selama 7 tahun. Barulah ketika tahun 1912 bahasa
Belanda diajarkan mulai kelas 1 dan lama studi diperpanjang selama 7 tahun.
Lambat laun Sekolah Kelas Satu menyamai sekolah-sekolah yang tersedia bagi
golongan bangsa lain, akan tetapi masih mempunyai kelemahan karena tidak
membuka kesempatan untuk melanjutkan pelajaran.
4. Kurikulum
Sekolah Kelas Dua
Disebut
Sekolah Kelas Dua karena orang-orang yang sekolah disana khusus sebagian kecil
rakyat. Sekolah ini akan mempersiapkan berbagai ragam pegawai rendah untuk
kantor pemerintah dan perusahaan swasta. Disamping itu juga untuk
mempersiapkan guru bagi Sekolah Desa.Sekolah ini mempunyai kurikulum yang
sangat sederhana dikarenakan sekolah ini pada mulanya untuk seluruh rakyat
Indonesia walupun dalam perkembangannya kemudian lebih spesifik lagi.
Program Sekolah Kelas Dua ini sama dengan program Sekolah kelas Satu kelas 1
sampai 3. Perlu diketahui, Reorganisasilah yang menyebabkan dua jenis sekolah
ini, Sekolah Kelas Satu terutama bagi anak golongan atas dan Sekolah Kelas Dua
untuk orang biasa.
5. Kurikulum
VolkSchool
Kurikulum
ini sangat sederhana. Kurikulum ini muncul seiring dengan kebutuhan rakyat yang
pada saat itu banyak buta huruf dan tidak bisa berhitung. Akan tetapi, sekolah
ini tetap saja dirasa tidak memenuhi keinginan murid untuk melanjutkan
pelajarannya. Banyak anak-anak dari sekolah ini yang ingin dipindahkan ke
Sekolah Kelas Dua. Pada akhirnya, sekolah desa ini menjadi substruktur dari
Sekolah Kelas Dua dengan mangadakan perbaikan kurikulum Sekolah Desa.
6. Kurikulum
ELS (Europese Lagere School)
Setelah
Hindia Belanda diterima kembali dari tangan Inggris pada tahun 1816 oleh para Komisariat
Jendral , maka pendidikan ditanggapi secara lebih sungguh-sungguh. Akan tetapi
kegiatan mereka hanya terfokus pada anak-anak berdarah Belanda. Sekolah
Belanda ini sejak mulanya dimaksudkan agar sama dengan Belanda, walaupun
terdapat perbedaan tentang muridnya, khususnya pada permulaannnya.
Kurikulum terdiri atas pelajaran membaca, menulis , berhitung, bahasa Belanda,
sejarah, ilmu bumi dan mata pelajaran lainnya. Sedangkan pelajaran agama
ditiadakan. Pada tahun 1868 bahasa prancis diajarkan dan merupakan syarat
untuk masuk ke sekolah Belanda.
7. Kurikulum
HCS (Holland Chinese School)
HCS
mempunyai dasar yang sama dengan ELS. Bahasa Perancis biasanya diajarkan pada
sore hari seperti halnya dengan bahasa Inggris, yang sebenarnya tidak diberikan kepada
ELS, namun diajarkan berhubung dengan kepentingan bagi perdagangan. Kurikulum
dan buku pelajarannya pun sama dengan ELS.
8. Kurikulum
HIS (Holland Inlandse School)
Pendirian
HIS pada prinsipnya dikarenakan keinginan yang kian menguat di kalangan orang
Indonesia untuk memperoleh pendidikan, khususnya pendidikan Barat. Kurikulum
HIS seperti yang tercantum dalam Statuta 1914 No. 764 meliputi semua mata
pelajaran. Lulusannya pun akhirnya bisa melanjutkan ke STOVIA(School tot
Opleiding van Indisce Artsen, Sekolah “Dokter Djawa”) dan MULO. Selain itu
mereka memasuki Sekolah Guru, Sekolah Normal, Sekolah Teknik, Sekolah Tukang,
Sekolah Pertanian, Sekolah Menteri Ukur, dan lain-lain.
9. Kurikulum
MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs)
Dengan
program yang diperluas. MULO merupakan sekolah pertama yang tidak mengikuti
pola pendidikan Belanda, namun tetap berorientasi pada Barat dan tidak mencari
penyesuaian dengan keadaan Indonesia. Programnya terdiri atas empat bahasa
yakni, belanda, Perancis, Inggris dan Jerman. Kursus MULO ini dibuka pada tahun
1903. Kursus ini dimaksud sebagai sekolah rendah.
10. Kurikulum
HBS (Hogere Burger School)
Kurikulum
HBS di Indonesia tidak sedikitpun berbeda dengan yang ada di negeri Belanda.
Kurikulum ini dirasa mantap tanpa mengalami banyak perubahan. Apa yang
diajarkan tampaknya universal. Bahannya pun dapat berubah disesuaikan dengan
perkembangan ilmu pengetahuan, namun mata pelajarannya tetap sama. Siswa HBS
harus mempunyai bakat yang tinggi dalam IPA , matematika atau pun bahasa. Dan
untuk gurunya pun, hanya mereka yang memperoleh gelar Ph.D (Doktor) atau
diploma yang boleh mengajar. Dengan demikian ini dapat mencapai taraf yang sama
dengan sekolah yang terdapat di Belanda.
B. Perkembangan
Kurikulum di Indonesia Periode Setelah
Tahun 1945
1. Rentjana
Pelajaran 1947
Awal
kurikulum terbentuk pada tahun 1947, yang diberi nama Rencana Pembelajaran
1947. Kurikulum ini pada saat itu meneruskan kurikulum yang sudah digunakan
oleh Belanda karena pada saat itu masih dalam proses perjuangan merebut
kemerdekaan. Yang menjadi ciri utam kurikulum ini adalah lebih menekankan pada
pembentukan karakter manusia yang berdaulat dan sejajar dengan bangsa
lain.Kurikulum pertama yang lahir pada masa kemerdekaan memakai istilah leer
plan. Dalam bahasa Belanda, artinya rencana pelajaran, lebih popular ketimbang
curriculum (bahasa Inggris). Perubahan kisi-kisi pendidikan lebih bersifat
politis: dari orientasi pendidikan Belanda ke kepentingan nasional. Asas
pendidikan ditetapkan Pancasila.
Rencana
Pelajaran 1947 baru dilaksanakan sekolah-sekolah pada 1950. Sejumlah kalangan
menyebut sejarah perkembangan kurikulum diawali dari Kurikulum 1950. Bentuknya
memuat dua hal pokok: daftar mata pelajaran dan jam pengajarannya, plus
garis-garis besar pengajaran. Rencana Pelajaran 1947 mengurangi pendidikan
pikiran. Yang diutamakan pendidikan watak, kesadaran bernegara dan
bermasyarakat, materi pelajaran dihubungkan dengan kejadian sehari-hari,
perhatian terhadap kesenian dan pendidikan jasmani. Setelah rencana
pembelajaran 1947, pada tahun 1952 kurikulum Indonesia mengalami penyempurnaan.
Dengan berganti nama menjadi Rentjana Pelajaran Terurai 1952.Yang menjadi ciri
dalam kurikulum ini adalah setiap pelajaran harus memperhatikan isi pelajaran
yang dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari.
Kelebihan
dari kurikulum 1947 :
ü Lebih menekankan pada pembentukan karakter manusia yang
berdaulat dan sejajar dengan bangsa lain.
Kekurangan
dari kurikulum 1947 :
ü Kurikulum pendidikan di Indonesia masih dipengaruhi
sistem pendidikan kolonial Belanda dan Jepang.
2. Rencana Pelajaran Terurai 1952
Kurikulum
ini lebih merinci setiap mata pelajaran yang disebut Rencana Pelajaran Terurai
1952. “Silabus mata pelajarannya jelas sekali. seorang guru mengajar satu mata
pelajaran,” kata Djauzak Ahmad, Direktur Pendidikan Dasar Depdiknas periode
1991-1995. Ketika itu, di usia 16 tahun Djauzak adalah guru SD Tambelan dan
Tanjung Pinang, Riau. Di penghujung era Presiden Soekarno, muncul Rencana
Pendidikan 1964 atau Kurikulum 1964. Fokusnya pada pengembangan daya cipta,
rasa, karsa, karya, dan moral (Pancawardhana). Mata pelajaran diklasifikasikan
dalam lima kelompok bidang studi: moral, kecerdasan, emosional/artistik,
keprigelan (keterampilan), dan jasmaniah. Pendidikan dasar lebih menekankan
pada pengetahuan dan kegiatan fungsional prak tis.Usai tahun 1952, menjelang
tahun 1964 pemerintah kembali menyempurnakan sistem kurikulum pendidikan di
Indonesia. Kali ini diberi nama dengan Rentjana Pendidikan 1964. Yang menjadi
ciri dari kurikulum ini pembelajaran dipusatkan pada program pancawardhana
yaitu pengembangan moral, kecerdasan, emosional, kerigelan dan jasmani.
Ciri-ciri
kurikulum 1952 :
1. Setiap pelajaran harus memperhatikan isi pelajaran yang
dihubungkan dengan kehidupan sehari hari.
2.
Fokusnya pada
pengembangan daya cipta, rasa, karsa, karya, dan moral (Pancawardhana). Mata
pelajaran diklasifikasikan dalam lima kelompok bidang studi: moral, kecerdasan,
emosional/ artistik, keprigelan (keterampilan), dan jasmaniah.
Kelebihan
dari kurikulum 1952 :
ü Kurikulum ini sudah mengarah pada suatu sistem pendidikan
nasional.
Kekurangan
dari kurikulum 1952 :
ü Masih kurangnya tenanga pengajar.
ü Tidak didukung dengan fasilitas yang memadai.
3. Kurikulum 1964
Usai
tahun 1952, menjelang tahun 1964, pemerintah kembali menyempurnakan sistem
kurikulum di Indonesia. Kali ini diberi nama Rentjana Pendidikan 1964.
Pokok-pokok pikiran kurikulum 1964 yang menjadi ciri dari kurikulum ini adalah:
bahwa pemerintah mempunyai keinginan agar rakyat mendapat pengetahuan akademik
untuk pembekalan pada jenjang SD, sehingga pembelajaran dipusatkan pada program
Pancawardhana (Hamalik, 2004), yaitu pengembangan moral, kecerdasan,
emosional/artistik, keprigelan, dan jasmani.
4. Kurikulum 1968
Kurikulum
1968 merupakan pembaharuan dari Kurikulum 1964, yaitu dilakukannya perubahan
struktur kurikulum pendidikan dari Pancawardhana menjadi pembinaan jiwa
pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Kurikulum 1968 merupakan
perwujudan dari perubahan orientasi pada pelaksanaan UUD 1945 secara murni dan
konsekuen.
Dari
segi tujuan pendidikan, Kurikulum 1968 bertujuan bahwa pendidikan ditekankan
pada upaya untuk membentuk manusia Pancasila sejati, kuat, dan sehat jasmani,
mempertinggi kecerdasan dan keterampilan jasmani, moral, budi pekerti, dan
keyakinan beragama. Isi pendidikan diarahkan pada kegiatan mempertinggi
kecerdasan dan keterampilan, serta mengembangkan fisik yang sehat dan kuat.
Kelahiran Kurikulum 1968 bersifat politis: mengganti Rencana Pendidikan 1964
yang dicitrakan sebagai produk Orde Lama. Tujuannya pada pembentukan manusia
Pancasila sejati. Kurikulum 1968 menekankan pendekatan organisasi materi
pelajaran: kelompok pembinaan Pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan
khusus. Jumlah pelajarannya 9.
Ciri-ciri
kurikulum 1968 :
1.
Mata pelajaran yang
dikolerasikan dengan mata pelajaran yang lain, walaupun batas demokrasi antar
mata pelajaran masih terlihat jelas.
2.
Penjurusan di SMA
dilakukan di kelas II, dan disederhanakan menjadi dua jurusan, yaitu Sastra
Sosial Budaya dan Ilmu Pasti Pengetahuan Alam (PASPAL).
3.
Menekankan
pendekatan organisasi materi pelajaran: kelompok pembinaan Pancasila,
pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Jumlah pelajarannya 9.
Kelebihan
dari kurikulum 1968 :
ü Bertujuan pada pembentukan manusia Pancasila Sejati.
ü Struktur pendiddikan dari pancawardhana menjadi pembinaan
jiwa pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus.
Kekurangan
dari kurikulum 1968 :
ü Muatan materi masing-masing mata pelajaran masih bersifat
teoritis dan belum terikat erat dengan keadaan nyata dalam lingkungan sekitar.
5. Kurikulum 1975
Kurikulum
1975 sebagai pengganti kurikulum 1968 menekankan pada tujuan, agar pendidikan
lebih efisien dan efektif. “Yang melatarbelakangi adalah pengaruh konsep di
bidang manejemen, yaitu MBO (management by objective) yang terkenal saat itu,”
kata Drs. Mudjito, Ak, MSi, Direktur Pembinaan TK dan SD Depdiknas. Metode,
materi, dan tujuan pengajaran dirinci dalam Prosedur Pengembangan Sistem
Instruksional (PPSI). Zaman ini dikenal istilah “satuan pelajaran”, yaitu
rencana pelajaran setiap satuan bahasan. Setiap satuan pelajaran dirinci lagi:
petunjuk umum, tujuan instruksional khusus (TIK), materi pelajaran, alat
pelajaran, kegiatan belajar-mengajar, dan evaluasi. Kurikulum 1975 banyak
dikritik. Guru sibuk menulis rincian apa yang akan dicapai dari setiap kegiatan
pembelajaran.
Ciri-ciri
kurikulum 1975 :
1.
Metode materi
dirinci pada Prosedur Pengembangan Sistem Instruksi (PPSI).
2.
Setiap satuan
dirinci lagi: petunjuk umum, tujuan intruksional khusus (TIK), materi
pelajaran, alat pelajaran, kegiatan belajar-mengajar, dan evaluasi.
Kelebihan
dari kurikulum 1975 :
ü Menekankan pada tujuan agar pendidikan lebih efisien dan
efektif.
ü Menekankan kepada efisiensi dan efektivitas dalam hal
daya dan waktu.
ü Dipengaruhi psikologi tingkah laku dengan menekankan
kepada stimulus respon (rangsang-jawab) dan latihan (drill).
Kekurangan
dari kurikulum 1975 :
ü Kurikulum 1975 banyak dikritik.
ü Guru dibikin sibuk menulis rincian apa yang akan dicapai
dari setiap kegiatan pembelajaran.
6. Kurikulum 1984
Kurikulum
1984 mengusung process skill approach. Meski mengutamakan pendekatan proses,
tapi faktor tujuan tetap penting. Kurikulum ini juga sering disebut “Kurikulum
1975 yang disempurnakan”. Posisi siswa ditempatkan sebagai subjek belajar. Dari
mengamati sesuatu, mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini
disebut Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau Student Active Leaming (SAL).
Tokoh
penting dibalik lahirnya Kurikulum 1984 adalah Profesor Dr. Conny R. Semiawan,
Kepala Pusat Kurikulum Depdiknas periode 1980-1986 yang juga Rektor IKIP
Jakarta — sekarang Universitas Negeri Jakarta — periode 1984-1992. Konsep CBSA
yang elok secara teoritis dan bagus hasilnya di sekolah-sekolah yang
diujicobakan, mengalami banyak deviasi dan reduksi saat diterapkan secara
nasional. Sayangnya, banyak sekolah kurang mampu menafsirkan CBSA. Yang
terlihat adalah suasana gaduh di ruang kelas lantaran siswa berdiskusi, di
sana-sini ada tempelan gambar, dan yang menyolok guru tak lagi mengajar model
berceramah. Penolakan CBSA bermunculan.
Ciri-ciri
kurikulum 1984 :
1.
Cara Belajar Siswa
Aktif (CBSA) atau Student Active Leaming (SAL).
2.
Mengutamakan
pendekatan proses, tapi faktor tujuan itu penting.
3.
Posisi siswa
ditempatkan sebgai subyek belajar. Dari mengamati sesuatu, mengelompokkan,
mendiskusikan,hingga melaporkan.
Kelebihan
dari kurikulum 1984 :
ü Mengusung proses skill approach.
ü Menanamkan pengertian terlebih dahulu sebelum diberikan
latihan. Konsep-konsep yang dipelajari siswa harus didasarkan kepada
pengertian, baru kemudian diberikan latihan setelah mengerti.
Kekurangan dari
kurikulum 1984 :
ü Kurang memperhatikan muatan (isi) pelajaran.
7. Kurikulum 1994 dan Suplemen Kurikulum 1999
Kurikulum
1994 bergulir lebih pada upaya memadukan kurikulum-kurikulum sebelumnya.
“Jiwanya ingin mengkombinasikan antara Kurikulum 1975 dan Kurikulum 1984,
antara pendekatan proses,” kata Mudjito menjelaskan. Sayang, perpaduan tujuan
dan proses belum berhasil. Kritik bertebaran, lantaran beban belajar siswa
dinilai terlalu berat. Dari muatan nasional hingga lokal. Materi muatan lokal
disesuaikan dengan kebutuhan daerah masing-masing, misalnya bahasa daerah
kesenian, keterampilan daerah, dan lain-lain. Berbagai kepentingan
kelompok-kelompok masyarakat juga mendesakkan agar isu-isu tertentu masuk dalam
kurikulum. Walhasil,menjelma menjadi kurikulum super padat.Kejatuhan rezim
Soeharto pada 1998,diikuti kehadiran suplemen Kurikulum 1999.Tapi perubahannya
lebih pada menambah sejumlah materi. Kurikulum 1994 dibuat sebagai
penyempurnaan kurikulum 1984 dan dilaksanakan sesuai dengan undang-undang no. 2
tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Hal ini berdampak pada sistem
pembagian waktu pelajaran, yaitu dengan mengubah dari sistem semester ke sistem
caturwulan. Dengan sistem caturwulan yang pembagiannya dalam satu tahun menjadi
tiga tahap diharapkan dapat memberi kesempatan bagi siswa untuk dapat menerima
materi pelajaran cukup banyak.
Terdapat
ciri-ciri yang menonjol dari pemberlakuan kurikulum 1994, di antaranya sebagai
berikut:
1)
Untuk Pembagian
tahapan pelajaran di sekolah dengan sistem catur wulan.
2)
Untuk Pembelajaran
di sekolah lebih menekankan materi pelajaran yang cukup padat (berorientasi
kepada materi pelajaran/isi).
3)
Untuk Kurikulum
1994 bersifat populis, yaitu yang memberlakukan satu sistem kurikulum untuk
semua siswa di seluruh Indonesia. Kurikulum ini bersifat kurikulum inti
sehingga daerah yang khusus dapat mengembangkan pengajaran sendiri disesuaikan
dengan lingkungan dan kebutuhan masyarakat sekitar.
4)
Untuk Dalam
pelaksanaan kegiatan, guru hendaknya memilih dan menggunakan strategi yang
melibatkan siswa aktif dalam belajar, baik secara mental, fisik, dan sosial.
Dalam mengaktifkan siswa guru dapat memberikan bentuk soal yang mengarah kepada
jawaban konvergen, divergen (terbuka, dimungkinkan lebih dari satu jawaban) dan
penyelidikan.
5)
Untuk Dalam
pengajaran suatu mata pelajaran hendaknya disesuaikan dengan kekhasan
konsep/pokok bahasan dan perkembangan berpikir siswa, sehingga diharapkan akan
terdapat keserasian antara pengajaran yang menekankan pada pemahaman konsep dan
pengajaran yang menekankan keterampilan menyelesaikan soal dan pemecahan
masalah.
6)
Untuk Pengajaran
dari hal yang konkrit ke ha yang abstrak, dari hal yang mudah ke hal yang sulit
dan dari hal yang sederhana ke hal yang kompleks.
7)
Untuk
Pengulangan-pengulangan materi yang dianggap sulit perlu dilakukan untuk
pemantapan pemahaman. Selama dilaksanakannya kurikulum 1994 muncul beberapa
permasalahan, terutama sebagai akibat dari kecenderungan kepada pendekatan
penguasaan materi (content oriented), di antaranya sebagai berikut :
8)
Untuk Beban belajar
siswa terlalu berat karena banyaknya mata pelajaran dan banyaknya materi/
substansi setiap mata pelajaran.
9) Untuk Materi pelajaran dianggap terlalu sukar karena
kurang relevan dengan tingkat perkembangan berpikir siswa, dan kurang bermakna
karena kurang terkait dengan aplikasi kehidupan sehari-hari.
Permasalahan di atas saat berlangsungnya pelaksanaan
kurikulum 1994. Hal ini mendorong para pembuat kebijakan untuk menyempurnakan
kurikulum tersebut. Salah satu upaya penyempurnaan itu diberlakukannya suplemen
kurikulum 1994. Penyempurnaan tersebut dilakukan dengan tetap mempertimbangkan
prinsip penyempurnaan kurikulum, yaitu:
• Penyempurnaan kurikulum secara terus menerus sebagai
upaya menyesuaikan kurikulum dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi, serta tuntutan kebutuhan masyarakat.
• Penyempurnaan kurikulum dilakukan untuk mendapatkan
proporsi yang tepat antara tujuan yang ingin dicapai dengan beban belajar,
potensi siswa, dan keadaan lingkungan serta sarana pendukungnya.
• Penyempurnaan kurikulum dilakukan untuk memperoleh
kebenaran substansi materi pelajaran dan kesesuaian dengan tingkat perkembangan
siswa.
• Penyempurnaan kurikulum mempertimbangkan brbagai aspek
terkait, seperti tujuan materi pembelajaran, evaluasi dan sarana-prasarana
termasuk buku pelajaran.
• Penyempurnaan kurikulum tidak mempersulit guru dalam
mengimplementasikannya dan tetap dapat menggunakan buku pelajaran dan sarana
prasarana pendidikan lainnya yang tersedia di sekolah. Penyempurnaan kurikulum
1994 di pendidikan dasar dan menengah dilaksanakan bertahap, yaitu tahap
penyempurnaan jangka pendek dan penyempurnaan jangka panjang.
Implementasi
pendidikan di sekolah mengacu pada seperangkat kurikulum. Salah satu bentuk
invovasi yang dikembangkan pemerintah guna meningkatkan mutu pendidikan adalah
melakukan inovasi di bidang kurikulum. Kurikulum 1994 disempurnakan lagi
sebagai respon terhadap perubahan struktural dalam pemerintahan dari
sentralistik menjadi disentralistik sebagai konsekuensi logis dilaksanakannya
UU No. 22 dan 25 tentang otonomi daerah.
Pada
era ini kurikulum yang dikembangkan diberi nama Kurikulum Berbasis Kompetensi
(KBK). KBK adalah seperangkat rencana dan pengaturan tentang kompetensi dan
hasil belajar yang harus dicapai siswa, penilaian, kegiatan belajar mengajar,
dan pemberdayaan sumber daya pendidikan dalam pengembangan kurikulum sekolah
(Depdiknas, 2002). Kurikulum ini menitik beratkan pada pengembangan kemampuan
melakukan (kompetensi) tugas-tugas dengan standar performasi tertentu, sehingga
hasilnya dapat dirasakan oleh peserta didik, berupa penguasaan terhadap
serangkat kompetensi tertentu. KBK diarahkan untuk mengembangkan pengetahuan,
pemahaman, kemampuan, nilai, sikap dan minat peserta didik, agar dapat
melakukan sesuatu dalam bentuk kemahiran, ketepatan dan keberhasilan dengan
penuh tanggungjawab.
Adapun
karakteristik KBK menurut Depdiknas (2002) adalah sebagai berikut:
1.
Menekankan pada
ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupu klasikal.
2.
Berorientasi pada
hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman.
3.
Penyampaian dalam
pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi.
4.
Sumber belajar
bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur
edukatif.
5.
Penilaian
menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian
suatu kompetensi.
8. Kurikulum 2004
Bahasa
kerennya Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Setiap pelajaran diurai berdasar
kompetensi apakah yang mesti dicapai siswa. Sayangnya, kerancuan muncul bila
dikaitkan dengan alat ukur kompetensi siswa, yakni ujian. Ujian akhir sekolah
maupun nasional masih berupa soal pilihan ganda. Bila target kompetensi yang
ingin dicapai, evaluasinya tentu lebih banyak pada praktik atau soal uraian
yang mampu mengukur seberapa besar pemahaman dan kompetensi siswa.
Meski
baru diujicobakan, toh di sejumlah sekolah kota-kota di Pulau Jawa, dan kota
besar di luar Pulau Jawa telah menerapkan KBK. Hasilnya tak memuaskan.
Guru-guru pun tak paham betul apa sebenarnya kompetensi yang diinginkan pembuat
kurikulum. Kurikulum ini dikatakan sebagai perbaikan dari KBK yang diberi nama
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). KTSP ini merupakan bentuk
implementasi dari UU No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional yang
dijabarkan ke dalam sejumlah peraturan antara lain Peraturan Pemerintah Nomor
19 tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan. Peraturan Pemerintah ini
memberikan arahan tentang perlunya disusun dan dilaksanakan delapan standar
nasional pendidikan, yaitu:
1)
Standar isi,
2)
Standar proses,
3)
Standar kompetensi
lulusan,
4)
Standar pendidik
dan tenaga kependidikan,
5)
Standar sarana dan
prasarana,
6)
Standar
pengelolaan, standar pembiayaan, dan
7)
Standar penilaian
pendidikan.
Kurikulum
dipahami sebagai seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan
bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan
kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu, maka dengan
terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, pemerintah telah menggiring
pelaku pendidikan untuk mengimplementasikan kurikulum dalam bentuk kurikulum tingkat
satuan pendidikan, yaitu kurikulum operasional yang disusun oleh dan
dilaksanakan di setiap satuan pendidikan. Secara substansial, pemberlakuan
(baca: penamaan) Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) lebih kepada
mengimplementasikan regulasi yang ada, yaitu PP No. 19/2005. Akan tetapi,
esensi isi dan arah pengembangan pembelajarantetap masih bercirikan tercapainya
paket-paket kompetensi (dan bukan pada tuntas tidaknya sebuah subject matter),
yaitu:
1)
Untuk Menekankan
pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal.
2)
Untuk Berorientasi
pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman.
3)
Untuk Penyampaian
dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi.
4)
Untuk Sumber
belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi
unsur edukatif.
5)
Untuk Penilaian
menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian
suatu kompetensi.
Terdapat
perbedaan mendasar dibandingkan dengan KBK tahun 2004 dengan KBK tahun 2006
(versi KTSP), bahwa sekolah diberi kewenangan penuh dalam menyusun rencana
pendidikannya dengan mengacu pada standar-standar yang ditetapkan, mulai dari
tujuan, visi-misi, struktur dan muatan kurikulum, beban belajar, kalender
pendidikan hingga pengembangan silabusnya.
Kelebihan
dari kurikulum 2004 :
•
Guru sebagai
fasilitator.
•
Mengembangkan
pengetahuan, pemahaman, kemampuan, nilai, sikap dan minat peserta didik, agar
dapat melakukan sesuatu dalam bentuk kemahiran, ketepatan dan keberhasilan
dengan penuh tanggungjawab.
•
Bentuk pelaporan
hasil belajar yang memaparkan setiap aspek dari suatu mata pelajaran memudahkan
evaluasi dan perbaikan terhadap kekurangan peserta didik.
Kekurangan
dari kurikulum 2004 :
• Kerancuan muncul bila dikaitkan dengan alat ukur
kompetensi siswa, yakni ujian. Ujian akhir sekolah maupun nasional masih berupa
soal pilihan ganda. Bila target kompetensi yang ingin dicapai, evaluasinya
tentu lebih banyak pada praktik atau soal uraian yang mampu mengukur seberapa
besar pemahaman dan kompetensi siswa.
• Konsep KBK sering mengalami perubahan termasuk pada
urutan standar kompetensi dan kompetensi dasar sehingga menyulitkan guru untuk
merancang pembelajaran secara berkelanjutan.
9. KTSP 2006
Awal
2006 ujicoba KBK dihentikan. Muncullah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.
Pelajaran KTSP masih tersendat. Tinjauan dari segi isi dan proses pencapaian
target kompetensi pelajaran oleh siswa hingga teknis evaluasi tidaklah banyak
perbedaan dengan Kurikulum 2004. Perbedaan yang paling menonjol adalah guru
lebih diberikan kebebasan untuk merencanakan pembelajaran sesuai dengan
lingkungan dan kondisi siswa serta kondisi sekolah berada. Hal ini disebabkan
karangka dasar (KD), standar kompetensi lulusan (SKL), standar kompetensi dan
kompetensi dasar (SKKD) setiap mata pelajaran untuk setiap satuan pendidikan
telah ditetapkan oleh Departemen Pendidikan Nasional. Jadi pengambangan
perangkat pembelajaran, seperti silabus dan sistem penilaian merupakan
kewenangan satuan pendidikan (sekolah) dibawah koordinasi dan supervisi
pemerintah Kabupaten/Kota.
Kurikulum
yang terbaru adalah kurikulum 2006 KTSP yang merupakan perkembangan dari
kurikulum 2004 KBK. Kurikulum 2006 yang digunakan pada saat ini merupakan
kurikulum yang memberikan otonomi kepada sekolah untuk menyelenggarakan
pendidikan yang puncaknya tugas itu akan diemban oleh masing masing pengampu
mata pelajaran yaitu guru. Sehingga seorang guru disini menurut Okvina (2009)
benar-benar digerakkan menjadi manusia yang professional yang menuntuk
kereatifitasan seorang guru. Kurikulum yang kita pakai sekarang ini masih
banyak kekurangan di samping kelebihan yang ada.
Ciri-ciri
kurikulum 2006 :
1.
Menekankan pada
ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal.
2.
Menggunakan
pendekatan kompetensi yang menekankan pada pemahaman, kemampuan atau kompetensi
terutama di sekolah yang berkaitan dengan pekerjaan masyarakat sekitar.
3.
KTSP memberikan
peluang yang lebih luas kepada sekolah-sekolah plus untuk mengembangkan
kurikulum sesuai dengan kebutuhan.
4.
Guru sebagai
pengajar, pembimbing, pelatih dan pengembang kurikulum.
5.
Kurikulum sangat
humanis, yaitu memberikan kesempatan kepada guru untuk mengembangkan isi/konten
kurikulum sesuai dengan kondisi sekolah, kemampuan siswa dan kondisi daerahnya
masing-masing.
Kelebihan
dari kurikulum 2006 :
ü Guru lebih diberikan kebebasan untuk merencanakan
pembelajaran sesuai dengan lingkungan dan kondisi siswa serta kondisi sekolah
berada.
ü Siswa sebagai pusat pembelajaran.
ü Mendorong para guru, kepala sekolah, dan pihak manajemen
sekolah untuk semakin meningkatkan kreativitasnya dalam penyelenggaraan
program-program pendidikan.
ü Evaluasi berbasis kelas yang menekankan pada proses dan
hasil belajar.
ü Berpusat pada siswa.
ü Menggunakan berbagai sumber belajar.
ü Kegiatan pembelajaran lebih bervariasi, dinamis dan
menyenangkan.
Kekurangan
dari kurikulum 2006 :
ü kurangnya sumber manusia yang potensial dalam menjabarkan
KTSP dengan kata lin masih rendahnya kualitas seorang guru, karena dalam KTSP
seorang guru dituntut untuk lebihh kreatif dalam menjalankan pendidikan.
ü kurangnya sarana dan prasarana yang dimillki oleh
sekolah.
ü Masih banyak guru yang belum memahami KTSP secara
komprehensif baik konsepnya,penyusunannya,maupun prakteknya di lapangan.
ü Penerapan KTSP yang merekomendasikan pengurangan jam
pelajaran akan berdampak berkurangnya pendapatan guru. Sulit untuk memenuhi
kewajiban mengajar 24 jam, sebagai syarat sertifikasi guru untuk mendapatkan
tunjangan profesi.
III Kesimpulan dan Saran
A.
Kesimpulan
Perkembangan Kurikulum di Indonesia sudah
berlangsung dari sebelum tahun 1945. Oleh karena itu perkembangan kurikulum
dapat digolongkan ke dalam 2 pokok bahasan, yaitu perkembangan kurikulum
sebelum tahun 1945 dan setelah tahun 1945.
Kurikulum
sebelum tahun 1945 meliputi Kurikulum pada masa VOC, Kurikulum Sebelum 1892
(Sebelum Reorganisasi). Kurikulum Setelah 1892 (Setelah Reorganisasi),
Kurikulum Sekolah Kelas Dua, Kurikulum VolkSchool, Kurikulum ELS (Europese
Lagere School,), Kurikulum HCS (Holland Chinese School), Kurikulum HIS (Holland
Inlandse School), Kurikulum MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs), dan
Kurikulum HBS (Hogere Burger School).
Kurikulum
setelah tahun 1945 meliput Rentjana Kurikulum 1947, Rentjana Pelajaran Terurai
1952, Rentjana Pendidikan 1964, Kurikulum 1968, Kurikulum 1975, Kurikulum 1984,
Kurikulum 1994 dan Suplemen Kurikulum 1999, Kurikulum 2004: KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi, Kurikulum 2006:
KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan). Dari sejumlah kurikulum yang telah
dijalani, masing-masing mempunyai kekurangan dan kelebihan beserta ciri-ciri
yang menonjolkan kurikulum itu sendiri.
B.
Saran
Dalam
upaya peningkatan kualitas pendidikan pada sutu negara, bukanlah hal yang
mudah. Ada banyak hal yang perlu diperhatikan, diperbaiki dan ditingkan. Selain
kurikulum diperbaiki dan dikembangkan sesuai perkembangan IPTEK, jaman, dan
tututan dari dunia pendidikan itu sendiri, juga harus diiringi dengan upaya
peningkatan kualitas dari pelaksana kurikulum itu sendiri, yaitu guru.
Guru
harus disiapkan dengan baik, agar mengerti dan paham dari apa yang diharapkan,
serta kompetensi apa yang di inginkan dari kurikulum yang diterapkan itu.
Dengan guru yang bekualitas, diharapkan apa yang menjadi tujuan dari kurikulum
itu dapat dilaksakan, dan guru dapat menerapkan dengan optimal.
Setelah
kurikulum yang yang di siapakan baik, dan guru yang melaksanankan juga
berkualitas, maka pemerintah harus mendukung pelaksanna pembelajran dengan cara
membabtu sekolah dalam rangka upaya pengadaan sarana dan prasana penunjang
pembelajaran. Dengan dannya sarana dan prasarana yang mendukung pembelajaran,
diharapkan guru dan siswa dapat melaksanankan kegiatan pembelajaran dengan baik,
sesuai dengan apa yang diharapkan dari kurikulum yang diterapkan oleh
pemerintah.
DAFTAR
PUSTAKA
Anonim.
(2010). Perkembangan Kurikulum di
Indonesia. [Online]. Tersedia : http://jaringanilmupengetahuan.blogspot.com/2010/05/perkembangan-kurikulum-di-Indonesia.html.
[9 Februari 2013].
Anonim.
(2012). Perkembangan Kurikulum di
Indonesia. [Online]. Tersedia: http://www.sarjanaku.com/2012/01/perkembangan-kurikulum-di-Indonesia.html. [9 Februari
2013].
Anonim.
(2013). Kurikulum Pendidikan di Indonesia.
[Online]. Tersedia: http://defantri.blogspot.com/2013/01/kurikulum-pendidikan-Indonesia.html.
[10 Februari 2013].
Azhar
. (2012). Kualitas Pendidikan Indonesia.
[Online]. Tersedia: http://azharmind.blogspot.com/2012/02/kualitas-pendidikan-Indonesia-ranking.html.
[11 februari 2013].
Hamalik,
Oemar. (2003). Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: PT Bumi Aksara Algensindo.
Hamalik,
Oemar, (2004), Psikologi Belajar dan
Mengajar Bandung: Sinar Baru.
Rosida,
Shelvyan. (2013). Perkembangan Kurikulum
di Indonesia. [Online]. Tersedia: http://syelvyana46.blogspot.com/2012/10/perkembangan-kurikulum-di-Indonesia.html.
[11 Februari 2013].
Tidak ada komentar:
Posting Komentar