PARADOKS GURU
Ahmad Faisal Fachrudin
1402204
Abstrak
Keberadaan guru
amatlah penting bagi suatu bangsa, terlebih bagi keberlangsungan hidup bangsa
di tengah lintasan perjalanan jaman dengan teknologi yang kian canggih dan
segala perubahan serta pergeseran nilai. Peranan guru sangat penting karena
selain berperan mentransfer ilmu pengetahuan ke peserta didik, guru juga
dituntut memberikan pendidikan karakter dan menjadi contoh karakter yang baik
bagi anak didiknya. Guru harus memiliki beberapa kompetensi yang telah
ditetapkan oleh pemerintah. Namun kenyataannya, kompetensi-kompetensi tersebut
masih belum dimiliki oleh guru-guru di Indonesia . Implementasi kurikulum
2013 membuka mata kita bahwa kualitas guru di Indonesia masih jauh dari yang
diharapkan. Guru seharusnya tidak hanya menjadi sebuah paradoks yang
seolah-olah bertentangan dengan pendapat umum atau kebenaran, tetapi
kenyataannya mengandung kebenaran.
Peran pendidik yang profesional diperlukan sekali untuk
mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yakni mencerdaskan kehidupan bangsa dan
mengembangkan manusia seutuhnya, sesuai dengan Undang Undang Republik Indonesia
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, bahwa jabatan guru
sebagai pendidik merupakan jabatan profesional. Guru adalah pendidik profesional
dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih,
menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur
pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah (pasal 1 ayat 1,
UUGD No. 14 Tahun 2005). Ada beberapa kompetensi yang harus dimiliki oleh
seorang guru, yaitu (1) kompetensi pedagogik, adalah kemampuan mengelola
pembelajaran peserta didik; (2) kompetensi kepribadian, adalah kemampuan
kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif, dan berwibawa serta menjadi
teladan peserta didik; (3) kompetensi profesional, adalah kemampuan penguasaan
materi pelajaran secara luas dan mendalam; dan (4) kompetensi sosial, adalah kemampuan
guru untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan efisien dengan
peserta didik, sesama guru, orangtua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar
(pasal 8, UUGD No. 14 Tahun 2005).
Berdasarkan uraian tersebut, maka tidak heran jika guru
dikatakan sebagai ujung tombak dalam dunia pendidikan. Peranan guru sangat
penting karena selain berperan mentransfer ilmu pengetahuan ke peserta didik,
guru juga dituntut memberikan pendidikan karakter dan menjadi contoh karakter
yang baik bagi anak didiknya. Keberadaan guru amatlah penting bagi suatu
bangsa, terlebih bagi keberlangsungan hidup bangsa di tengah lintasan
perjalanan jaman dengan teknologi yang kian canggih dan segala perubahan serta
pergeseran nilai.
Apabila kita mencermati definisi, peranan, dan
kompetensi seorang guru, maka terlintas dalam benak kita bahwa guru adalah
seseorang yang sangat luar biasa, patut diteladani dan berjiwa mulia. Namun
pada kenyataannya, guru di Indonesia hanyalah salah satu profesi yang ditekuni
oleh segelintir masyarakat untuk mencari nafkah. Hal ini terlihat dari kualitas
generasi muda Indonesia
yang kian hari kian bobrok. Memang sebenarnya ada banyak faktor yang
mempengaruhi kualitas generasi muda Indonesia , akan tetapi, guru yang
berperan sebagai ujung tombak pendidikanlah yang memiliki tanggung jawab besar
akan hal ini. Fenomena perubahan kurikulum dan standar ujian nasional yang
ditetapkan pemerintah dijadikan alasan oleh seorang guru untuk melakukan
pembelajaran yang lebih menekankan pada nilai yang diperoleh siswa. Padahal
justru pembelajaran inilah yang mengakibatkan generasi muda Indonesia kalah
saing dengan arus globalisasi yang tak terbendung. Akadum (1999: 1 – 2) menilai
bahwa rendahnya profesionalisme guru dapat disebabkan karena beberapa hal,
antara lain: (1) masih banyak guru yang tidak menekuni profesinya secara total;
(2) rentan dan rendahnya kepatuhan guru terhadap norma dan etika profesi
keguruan; (3) pengakuan terhadap ilmu pendidikan dan keguruan masih setengah
hati dari pengambilan kebijakan dan pihak-pihak terlibat; (4) masih belum
jelasnya perbedaan tentang proporsi, materi ajar yang diberikan kepada calon
guru; (5) masih belum berfungsinya Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI)
sebagai organisasi profesi yang berupaya secara maksimal meningkatkan
profesionalisme anggotanya.
Pada kurikulum 2013, pendekatan yang digunakan dalam
pembelajaran adalah pendekatan scientific
yang dimana pelaksanaan pembelajaran lebih menekankan pada proses. Pembelajaran
ini dilakukan untuk mengembangkan dan meningkatkan pola pikir peserta didik
dalam memecahkan suatu permasalahan. Didukung dengan standar kompetensi dan
system penilaian yang telah ditetapkan menjadikan kurikulum 2013 sebagai sebuah
rancangan yang terintegrasi dengan baik. Adanya dualisme pembelajaran yang
menekankan pada proses dan pembelajaran yang menekankan pada nilai, membuat
guru kebakaran jenggot. Guru seolah-olah keberatan untuk melaksanakan dua macam
pembelajaran ini. Menurut Cascio (1992: 76) factor-faktor yang mempengaruhi
kinerja guru adalah abilitas dan motivasi. Abilitas ditentukan oleh kemampuan
dan pengetahuan, sedangkan motivasi dipengaruhi oleh kecakapan, kepribadian,
dan pengetahuan yang terbentuk oleh pendidikan, pengalaman, latihan, dan minat.
Implementasi kurikulum 2013 membuka mata kita bahwa
kualitas guru di Indonesia masih jauh dari yang diharapkan. Setidaknya ada enam
aspek pengetahuan yang harus dimiliki oleh seorang guru, yaitu (1) ilmu
pengetahuan tentang peserta didik, adalah kemampuan guru untuk mengetahui
karakter peserta didik mulai dari kemampuan akademik, emosional, psikologis,
dan perkembangan sosialnya sebagai individu dan sebagai bagian dari masyarakat
sosial; (2) ilmu pengetahuan tentang pengajaran, adalah penguasaan teori
pembelajaran; (3) ilmu pengetahuan tentang materi pelajaran, adalah penguasaan
materi pelajaran; (4) ilmu pengetahuan pedagogi; (5) akuntabilitas dan
penilaian; dan (6) kemampuan untuk berpartisipasi dalam komunitas profesional
(Hollins, 2011).
“Jadilah karet,
jangan besi. Sebab yang namanya karet bahan kondisi” (Iwan Fals: “nak”). Begitu pula dengan seorang guru. Apapun kurikulumnya,
jika keenam kemampuan tersebut telah dimiliki oleh seorang guru, maka kurikulum
tersebut akan terimplementasikan dengan baik. Dengan demikian, guru tidak hanya
menjadi sebuah paradoks yang seolah-olah bertentangan dengan pendapat umum atau
kebenaran, tetapi kenyataannya mengandung kebenaran.
Daftar Pustaka
Hollins, E, R (2011). Teacher Preparation For Quality Teaching. Journal of Teacher Education. Sagepub.
Riduwan (2009). Metode dan
Teknik Menyusun Proposal Penelitian. Bandung .
Alfabeta
Undang undang Guru dan Dosen Nomor 14 Tahun 2005. Tentang Guru dan Dosen. Bandung : Citra Umbara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar